Pendobrak Pintu Ijtihad
Ia dikenal sebagai anak yang
kritis. Saat remaja, ia tak melanjutkan belajar tajwid Al-Qur’an. Ia juga
sempat melarikan diri ke desa lain karena dipaksa untuk meneruskan belajar
tajwid oleh ayahnya. Ia mengecam sikap taqlid umat Islam karena hanya menutup
pintu ijtihad. Dialah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah atau yang dikenal
dengan Muhammad Abduh.
Abduh lahir di desa Mahallat
Nashr, al-Buhairah, Mesir, pada 1849 M. Ayahnya, Abduh Hasan Khairullah,
seorang petani kelahiran Turki, sedangkan ibunya keturunan Arab. Sejak kecil,
Abduh sudah diajar membaca Al-Qur’an dan menulis.
Pada usia 13, ia dikirim ayahnya
ke Masjid al-Ahmadi Thantha, sekitar 80 km dari Kairo, untuk mempelajari tajwid
Al-Qur’an. Namun, sistem pengajaran disana dianggapnya menjengkelkan, dan tidak
bisa dia pahami, sehingga setelah 2 tahun, Abduh memutuskan kembali ke desanya.
Ia dinikahkan dalam usia 16 tahun pada 1865.
Karena terus dipaksa oleh ayahnya
untuk belajar di al-Ahmadi, Abduh akhirnya melarikan diri ke desa Syibral Khit.
Disitu ia bertemu dengan Syaikh Darwisy Khidr, salah seorang pamannya yang
mempunyai pengetahuan mengenai Al-Qur’an dan menganut pemahaman tasawuf
asy-Syadziliah.
Dari pamannya itulah, Abduh
akhirnya menemukan pencerahan akan hakikat ilmu pengetahuan, dan mendapat
semangat untuk kembali menimba ilmu di Masjid al-Ahmadi Thantha.
Sikap kritisnya terus berlanjut
seiring dengan semangat belajarnya yang tak kenal padam. Ketika kuliah di
Universitas Al-Azhar, Kairo, Februari 1866, ia melontarkan kritikan : “Kepada
para mahasiswa hanya dilontarkan pendapat para ulama terdahulu tanpa
mengantarkan kepada mereka pada usaha penelitian, perbandingan dan penarjihan”.
Di Al-Azhar, Abduh mengagumi
Syaikh Hasan ath-Thawil yang mengajarkan kitab filsafat karangan Ibnu Sina,
logika karangan Aristoteles, dan lain sebagainya. Abduh juga mengagumi sosok
Muhammad al-Basyumi, yaitu orang yang banyak mencurahkan perhatian dalam bidang
sastra dan bahasa.
Ia juga belajar dari pemikir
besar Islam, Jamaluddin al-Afghani pada 1871. Ia rajin menghadiri
pertemuan-pertemuan ilmiah yang diadakan oleh al-Afghani. Ia sangat tertarik
pada mata kuliah filsafat dan pemikiran teologi rasional.
Akhirnya, Jamaluddin al-Afghani
berhasil mengubah Abduh dari kecenderungan terhadap tasawuf dalam arti sempit,
kepada tasawuf dalam arti lain, yaitu perjuangan untuk perbaikan keadaan
masyarakat, dan membimbing mereka untuk maju serta membela ajaran-ajaran Islam.
Itu dilakukan melalui pemahaman
mempelajari faktor-faktor yang menjadikan dunia Barat mencapai kemajuan, guna
diterapkan dalam masyarakat Islam selama faktor-faktor itu sejalan dengan
prinsip-prinsip Islam.
Bersambung.....
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar