SEKULERIS VS ISLAMIS
Suatu ketika, sekitar 1940-an
pernah terjadi polemik antara Soekarno dan Natsir. Soekarno berpendirian, agama
mesti dipisahkan dari Negara. Pernyataan Soekarno ini di ilhami oleh pandangan
Syeikh Ali Abdur Raziq, ulama dari Al-Azhar Kairo, bahwa dalam Al-Quran dan
Sunnah maupun ijma ulama ; tidak ada keharusan adanya bersatunya Negara dengan
agama, dan Soekarno pun mencontohkan Turki, dimana Mustafa Kemal Attartuk
memisahkan Negara dari Agama. Dan Turki menjadi negara yang maju.
Sedang Natsir tetap pada
prinsipnya,
bahwa agama dalam hal ini Islam, tak bisa dipisahkan dari Negara.
Urusan Negara adalah bagian dari menjalankan perintah Allah. Baginya, Negara
bukanlah segala-galanya. Ia hanya merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Bagi kaum muslimin, Negara bukanlah suatu badan yang tersendiri yang
menjadi tujuan. Urusan kenegaraan merupakan satu bagian “intergreenddel” dari
Islam. Yang menjadi tujuan pokok adalah : kesempurnaan berlakunya undang-undang
Ilahi, baik yang berkenaan dengan perikehidupan manusia sendiri ataupun sebagai
anggota masyarakat.
Pandangan Natsir sangat Islamis,
sedangkan Soekarno berpandangan sekuler. Menuru Natsir, sekulerisme adalah cara
hidup yang mengandung paham, tujuan dan sikap hidup hanya pada keduniaan
semata. Seorang sekuleris tidak menganggap perlu adanya hubungan jiwa dengan
Tuhan, baik dalam sikap, tingkah laku sehari-hari, terlebih dalam hal doa dan
ibadah ritual.
Oleh karena itu, pada kesempatan
lain, Natsir pernah mengatakan, bahwa ada sesuatu yang diperlukan bagi calon
pemimpin masyarakat, apalagi calon pemimpin negara, yaitu ilmu, pengalaman,
keterampilan, dan memiliki akhlak yang baik, akhlaqul karimah.
MEMBANGUN MEDAN DAKWAH
Di Era Orde Baru, Natsir
menyadari betul ke khawatiran Soeharto akan bangkitnya kembali kekuatan Islam
yang dipelopori oleh Masyumi, partai Islam yang meski sudah membubarkan diri
pada 1960, masih cukup disegani.
Maka, pada tahun 1967, Natsir dan
kawan-kawan, mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) sebagai medan
juangnya. Lewat DDII, Natsir banyak mendidik calon-calon juru dakwah dan
mengirimkannya ke seluruh pelosok Indonesia. Ratusam Masjid dan ribuan ustadz
telah ia kader. Semangatnya hanya satu, api Islam tak boleh padam. Dimanapun
dan kapanpun, seorang muslim, keberadaannya harus bermanfaat bagi
lingkungannya, sebagaimana hadist Nabi : Khoirunnaasi anfa’uhum linnaas.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain”.
>>><<<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar