Oleh: Egi Bismo
Kecenderungan manusia berperilaku boros terhadap harta
memang sudah ada di dalam dirinya. Ditambah lagi perilaku boros adalah salah
satu tipu daya setan terkutuk yang membuat harta yang kita miliki tidak efektif
mengangkat derajat kita. Harta yang dimiliki justru efektif menjerumuskan,
membelenggu, dan menjebak kita dalam kubangan tipu daya harta karena kita salah
dalam menyikapinya.
Hal ini dapat kita perhatikan dalam hidup keseharian kita.
Orang yang punya harta, kecenderungan untuk menjadi pecinta harta cenderung
lebih besar. Makin bagus, makin mahal, makin senang, maka makin cintalah ia
kepada harta yang dimilikinya. Lebih dari itu, maka ingin pulalah ia untuk
memamerkannya. Terkadang apa saja ingin dipamer-pamerkan. Ada yang pamer kendaraan,
pamer rumah, pamer mebel, pamer pakaian, dan lain-lain. Sifat ini muncul karena
salah satunya kita ini ingin tampil lebih wah, lebih bermerek, atau lebih keren
dari orang lain. Padahal, makin bermerek barang yang dimiliki justru akan
menyiksa diri.
Suatu pengalaman ketika seseorang memberi sebuah ballpoint.
Dari tampangnya ballpoint ini saya pikir sangat bagus, mengkilat, dan ketika
dipakai untuk menulis pun enak. Tapi tiba-tiba ballpoint ini menjadi barang
yang menyengsarakan ketika ada yang memberi tahu bahwa ballpoint yang mereknya
"MP" itu adalah sebuah merek terkenal untuk ukuran sebuah benda
bernama ballpoint. Mulanya tidak mengerti sama sekali. Tadinya saya kira
harganya paling cuma ribuan rupiah saja. Nah, gara-gara tahu itu ballpoint
mahal, sikap pun jadi berubah. Tiba-tiba jadi takut hilang, ketika dibawa takut
jatuh, ketika dipinjam takut cepat habis tintanya karena tintanya pun mahal,
mau disimpan takut jadi mubazir, mau dikasihkan ke orang lain sayang, ditambah
lagi saat dipakai pun malu, mungkin nanti ada yang komentar "Wah, Aa
ballpoint-nya ballpoint mahal!". Begitulah, nasib punya barang bermerek,
tersiksa!
Sebaliknya, kalau kita terbiasa dengan barang yang
biasa-biasa, dapat dipastikan hidup pun akan lebih ringan. Karenanya, hati-hatilah
saudaraku. Apalagi dalam kondisi ekonomi bangsa kita yang sedang terpuruk
seperti saat ini. Kita harus benar-benar mengendalikan penuh
keinginan-keinginan kita jikalau ingin membeli suatu barang. Ingat, yang paling
penting adalah bertanya pada diri apa yang paling bermamfaat dari barang yang
kita beli tersebut. Buat pula skala prioritas, misalnya, haruskah membeli
sepatu seharga 1 juta rupiah padahal keperluan kita hanya sebentuk sepatu
olahraga. Apalagi dihadapan tersedia aneka pilihan harga, mulai dari yang 700
ribu, 400 ribu, 200 ribu, sampai yang 50 ribu rupiah. Mereknya pun beragam,
tinggal dipilih mana kira-kira yang paling sesuai. Nah, kalau kita ada dalam
posisi seperti ini, maka carilah sepatu yang paling tidak membuat kita sombong
ketika memakainya, yang paling tidak menyikasa diri dalam merawatnya, dan yang
paling bisa bermamfaat sesuai tujuan utama dari pembelian sepatu tersebut.
Hati-hatilah, sebab yang biasa kita beli adalah mereknya, bukan awetnya, karena
kalau terlalu awet pun akan bosan pula memakainya. Jangan pula tergesa-gesa,
dan ketahuilah bahwa pemboros-pemboros itu adalah saudaranya setan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, "Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang
yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudaranya setan dan setan itu sangat ingkar
kepada Tuhan-Nya" (QS. Al Israa [17] : 26-27). Dalam ayat lain Allah SWT
berfirman, "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak
berlebih-lebihan dan tidak pula mereka kikir. Dan adalah pembelanjaan itu
ditengah-tengah yang demikian itu". (QS. Al Furqan [25] : 67)
Jelaslah kiranya bahwa sikap boros lebih dekat kepada
perilaku setan, naudzubillaah. Karenanya, budaya bersahajalah salah satu budaya
yang harus kita tanamkan kuat-kuat dalam diri. Memilih hidup dengan budaya
bersahaja bukan berarti tidak boleh membeli barang-barang yang bagus, mahal,
dan bermerek. Silahkan saja! Tapi ternyata kalau kita berlaku boros, sama
sekali tidak akan menjadi amal kebaikan bagi kita. Saya kira hikmah dari krisis
ekonomi yang menimpa bangsa kita, salah satunya kita harus benar-benar
mengendalikan keinginan kita. Tidak setiap keinginan harus dipenuhi. Karena
jikalau kita ingin membeli sesuatu karena ingin dan senang, ketahuilah bahwa
keinginan itu cepat berubah. Kalau kita membeli sesuatu karena suka, maka
ketika melihat yang lebih bagus, akan hilanglah selera kita pada barang yang
awalnya lebih bagus tadi. Belilah sesuatu hanya karena perlu dan mampu saja.
Sekali lagi, hanya karena perlu! Perlukah saya beli barang ini? Matikah saya
kalau tidak ada barang ini? Kalau tidak ada barang ini saya hancur tidak?
Itulah yang harus selalu kita tanyakan ketika akan membeli suatu barang. Kalau
saja kita masih bisa bertahan dengan barang lain yang lebih bersahaja, maka
lebih bijak jika kita tidak melakukan pembelian.
Misalnya, ketika tersirat ingin membeli motor baru,
tanyakan; perlukah kita membeli motor baru? Sudah wajibkah kita membelinya?
Nah, ketika alasan pertanyaan tadi sudah logis dan dapat diterima akal sehat,
maka kalau pun jadi membeli pilihlah yang skalanya paling irit, paling hemat,
dan paling mudah perawatannya. Jangan berpikir dulu tentang keren atau
mereknya. Cobalah renungkan; mending keren tapi menderita atau irit tapi
lancar? Tahanlah keinginan untuk berlaku boros dengan sekuat tenaga, yakinlah
makin kita bisa mengendalikan keinginan kita, Insya Allah kita akan makin
terpelihara dari sikap boros. Sebaliknya, jika tidak dapat kita kendalikan,
maka pastilah kita akan disiksa oleh barang-barang kita sendiri. Kita akan
disiksa oleh kendaraan kita dan disiksa oleh harta kita yang kita miliki. Rugi,
sangat rugi orang yang memperturutkan hidupnya karena sesuatu yang dianggap
keren atau bermerek. Apalagi, keren menurut kita belum tentu keren menurut
orang lain, bahkan sebaliknya bisa jadi malah dicurigai. Karena ada pula orang
yang ketika memakai sesuatu yang bermerek, justru disangka barang temuan.
Seperti kisah santri di sebuah pesantren. Saat ada santri
yang memakai sepatu yang sangat bagus dengan merek terkenal, justru disangka
sepatu jamaah yang ketika berkunjung ke pesantren tersebut tertinggal di
mesjid. Lain waktu, ada juga yang memakai arloji sangat bagus dengan merek
terkenal buatan dari negeri Swiss sana, tapi orang lain justru malah
berprasangka kalau arloji itu barang temuan dari tempat wudhu. Begitulah, bagi
orang yang maqam-nya murah meriah, ketika memakai barang mahal justru malah
dicurigai.
Karenanya, biasakanlah untuk senantiasa bersahaja dalam
setiap yang kita lakukan. Dan mudah-mudahan dalam kondisi ekonomi sulit seperti
ini Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk menjadi orang yang
terpelihara dari perbuatan sia-sia dan pemborosan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar